Dimana Kiblat Pertama Umat Islam?
Allah swt. memuliakan Nabi Muhammad saw. dengan menjadikannya sebagai pengemban risalah Islam. Kemudian Allah swt. mewajibkan shalat kepada umat Islam. Ketika shalat mulai diwajibkan, kaum musyrik Mekah telah usang mengagungkan Ka’bah, memuja semua berhala-berhala yang ada di dalamnya, dan memegang teguh praktek ini seraya meyakininya sebagai agama leluhur mereka. Bahkan, dalam setiap doa dan ritual keagamaannya, mereka selalu menghadap Ka’bah. Karena kebodohan dan kedunguannya, mereka meyakini bahwa berhala yakni sekutu Allah swt. Oleh alasannya itu, tidaklah heran apabila ketika shalat diwajibkan, Allah swt. memerintahkan Nabi Muhammad saw. untuk mengakibatkan kiblat shalat dan kiblat umat Islam ke arah Baitulmaqdis. Hal ini demi menegaskan perbedaan antara umat Islam dan kaum musyrik yang telah mengakibatkan Ka’bah sebagai kiblat mereka.
Mayoritas pakar sejarah Arab, menyerupai Waqidi dan Ibnu Atsir, menyampaikan bahwa ketika shalat pertama kali diwajibkan, Allah swt. mengutus Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw. Malaikat Jibril menemui dia yang sedang berada di dataran tinggi kota Mekah. Kemudian Malaikat Jibril menekankan tumitnya ke pecahan lembah yang tiba-tiba mengeluarkan mata air. Lalu Malaikat Jibril berwudhu dari air tersebut untuk mengajarkan cara berwudhu kepada Rasulullah saw. Kemudian Malaikat Jibril menghadap ke arah Baitulmaqdis dan sengaja shalat di depan Nabi saw. guna mengajarkan cara shalat.
Kiblat pertama umat Islam yakni Baitulmaqdis. Ini berarti bahwa ketika melakukan shalat, umat Islam menghadapkan wajahnya kea rah negeri Syam menyerupai dikatakan sebagian pakar sejarah. Pada ketika yang sama, Baitulmaqdis yakni kiblat kaum Yahudi. Para penulis sejarah biografi Nabi setuju bahwa Baitulmaqdis tetap menjadi kiblat umat Islam selama Nabi Muhammad saw. berada di Mekah. Namun, mereka berbeda pendapat mengenai berapa usang Nabi saw. di Mekah. Pendapat yang berpengaruh menyampaikan bahwa Nabi saw. tinggal di Mekah selama 13 tahun dalam hitungan tahun hijriyah.
Kemudian Rasulullah saw. hijrah ke Madinah sesudah Allah swt. membuka hati penduduk kota itu dengan hidayah Islam. Mereka menjadi pendukung (anshar) terbaik dakwah Islam. Mereka sangat memuliakan Rasulullah saw. dan sahabatnya. Madinah pun beralih menjadi landasan berpengaruh bagi pancaran cahaya Islam dalam melenyapkan gelapnya kekufuran dan kebodohan di segenap penjuru alam.
Ketika Rasulullah saw. mencicipi posisinya menguat di Madinah dan masjid Quba dibangun, Baitulmaqdis tetap menjadi kiblat umat Islam selama tidak kurang dari 17 bulan. Namun sebenarnya, jauh dari lubuk hatinya, Rasulullah saw. berharap Ka’bahlah yang menjadi kiblatnya dan kiblat umat Islam seluruhnya. Sebab, selain merupakan peninggalan sejarah dari bapak para nabi, Ka’bah juga lebih dicintai orang Arab daripada Baitulmaqdis. Karenanya, Rasulullah saw. sangat berharap biar Allah swt. mengalihkan kiblatnya dari Baitulmaqdis ke Ka’bah.
Masalah kiblat ini dengan lihai dimanfaatkan kaum Yahudi. Dalam menyusun seni administrasi bagaimana menikam dan meruntuhkan kebenaran kenabian Muhammad saw., mereka mengembangkan rumor (isu) kepada kaum musyrik Mekah bahwa seandainya benar-benar seorang nabi, pastilah Muhammad saw. mengetahui kiblatnya sendiri. Namun, ternyata ia menentukan kiblat Bani Israil.
Ibnu Abbas dan sejumlah penulis sejarah biografi Nabi menyampaikan bahwa pada suatu hari, Rasulullah saw. berkata kepada Malaikat Jibril, “Hatiku bahagia jikalau Allah swt. mengalihkan kiblatku dari kiblat Bani Israil ke arah yang lain”. Malaikat Jibril berkata, “Muhammad, saya hanya seorang hamba menyerupai dirimu. Sepengetahuanku, engkau sangat mulia dalam pandangan Tuhan, maka mintalah kepada-Nya”. Malaikat Jibril pun meninggalkan Rasulullah saw. dan terbang ke langit. Kemudian Nabi Muhammad saw. memohon kepada Allah swt. biar mengubah kiblatnya dari Baitulmaqdis ke Baitulharam (Ka’bah). Rasulullah saw. terus memandangi langit mengharap Malaikat Jibril turun membawa kabar baik bahwa Allah swt. mengabulkan permohonannya. Ternyata penantian ini tidak sia-sia. Allah swt. mengutus Malaikat Jibril dengan membawa wahyu berikut :
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِى السَّمَآءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُمَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِيْنَ أُوْتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا اللهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُوْنَ
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kau ke kiblat yang kau sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja kau berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidilharam itu yakni benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Baqarah : 144)
Ibnu Abbas, seorang mufasir, menyampaikan bahwa seluruh Baitulharam yakni kiblat, dan kiblat Baitulharam itu sendiri yakni pintunya. Baitullah yakni kiblat penduduk sekitar masjid, sementara masjid yakni kiblat penduduk tanah haram, dan tanah haram yakni kiblat seluruh penghuni bumi.
Wallahu A’lam
Referensi : Ensiklopedi Al-Qur’an
Comments
Post a Comment