Biografi Imam Ahmad Ar-Rifa’I (Bag. 2)
Sabar Pada Perlakuan Istri
Seorang istri yang begitu durhaka. Lidahnya tajam kolam pedang yang siap menebas leher siapapun. Kata-katanya sangat pedih dan sering menembus hati ar-Rifa’i. Perempuan itu sangat gemar menyakiti suami shaleh ini. Dia memukul ar-Rifa’i sampai bajunya menghitam, namun ar-Rifa’i tetap sabar mendapat perlakuan yang sedemikian rupa. Tanpa diduga salah satu santri masuk ingin ‘sowan’ kepada beliau. Tanpak di wajah santri itu kegelisahan yang mendalam, lantaran tidak yummy hati melihat ar-Rifa’i diperlakukan menyerupai itu. Dia pribadi keluar menemui teman-temannya. “Teman-teman, Syaikh diperlakukan tidak baik oleh wanita jahat, kenapa kalian membisu saja?” ujar santri itu. Mendengar pernyataan itu, salah satu mereka menyahut, “Maharnya lima ratus dinar, sedangkan Syaikh tidak sanggup bayar.” Santri itupun pergi. Dia ingin mencari uang untuk diberikan kepada gurunya. Dia tidak tahan jikalau harus melihat sang guru disiksa habis-habisan. Dia berusaha keras memeras keringat semoga secepatnya mendapat uang. Akhirnya usahanya tidak sia-sia. Uang lima ratus dinar sekarang berada di tangannya. Lalu santri itu pergi ke rumah ar-Rifa’i membawa uang itu. Dia letakkan di sebuah wadah dan diberikan kepada beliau. Melihat dukungan itu, ar-Rifa’i berkata, “Apa ini?”. “Uang lima ratus dinar untuk mahar istri engkau, wahai guru.” Jawab si santri. Ar-Rifa’i tampak tersenyum dan berkata, “Andaikan bukan lantaran ketabahanku atas penyiksaan dan perkataan pedih istriku, pasti engkau tidak akan bermimpi saya berada di surga”. Santri itu tertegun keheranan. Dia tidak menerka gurunya sanggup tahu apa yang telah menimpanya, padahal dia tidak pernah bilang kepada siapapun kalau dia sering bermimpi ar-Rifa’i berada di dalam surga. Akhirnya, santri itu sadar bahwa insiden ini yaitu karomah ar-Rifa’i; mengetahui yang ghaib.
Mencintai Orang Tak Berdaya
Kelembutan dan kasih sayang ar-Rifa’i memang sudah menjadi karakter. Menolong orang yang lemah dan tak berdaya sudah menjadi detak nadi hidup cicit Nabi ini. Jika suatu ketika pulang dari sebuah perjalanan dan hampir tiba di kampung halaman, dia menyiapkan tali untuk mencari kayu bakar. Hasil pencarian itu dia bawa ke desa daerah tinggalnya. Lalu dibagi-bagikan kepada janda-janda, fakir miskin, orang-orang lumpuh, sakit, buta dan para masyayikh. Ar-Rifa’i juga berkunjung ke rumah orang-orang lumpuh. Mencuci baju-bajunya, membawakan makanan untuknya, makan bersamanya, dan meminta doanya. Beliau berkata “Ziarah kepada orang menyerupai mereka wajib, bukan sunah.”
Ketika mendengar ada orang sakit, ar-Rifa’i pasti menyambanginya meski jauh, dan dia akan tiba lagi sesudah dua hari atau satu hari. Ar-Rifa’i juga berdiri di jalan-jalan menunggu ada orang buta lewat. Jika orang buta itu datang, dia menghampirinya dan menuntunnya. Beliau juga tidak pernah membalas kejelekan dengan kejelekan. Syafaqah (kasih sayang) dalam hati dia begitu kuat, bahkan dia berpandangan bahwa kasih sayang termasuk sesuatu yang sanggup mendekatkan diri kepada Allah. “Syafaqah termasuk sesuatu yang mendekatkan diri kepada Allah”, kata dia suatu ketika.
Kucing Tidur
Ar-Rifa’i sangat mencintai hewan. Rasa kasih sayang telah menyatu dengan hatinya laksana jiwa dan raga. Syafaqah yang telah mendarah daging sungguh teraplikasikan dalam hidup beliau. Suatu ketika, ada seekor kucing tidur pulas di lengan baju ar-Rifa’i. Padahal waktu shalat telah berkumandang. Tidak boleh tidak ar-Rifa’i harus menunaikan panggilan Tuhan itu. Namun ar-Rifa’i juga tidak ingin mengganggu tidur binatang kesayangan Abu Hurairah itu. Maka dia menggunting lengan bajunya semoga kucing itu tidak terganggu. Seusai shalat, ternyata kucing itu telah berdiri dan pergi. Barulah ar-Rifa’i mengambil penggalan lengan baju itu dan menjahit menyerupai semula.
Nyamuk Mengais Rezeki
Pada suatu malam yang mencekam, hawa dinginnya meresap ke sumsum tulang, tampak ar-Rifa’i selesai mengambil air wudhu. Tiba-tiba dia mematung tak bergerak. Tangannya lurus memanjang sekian lamanya. Ya’qub yang melihat insiden itu, pribadi menghampiri ar-Rifa’i dan mencium tangannya. Melihat kelakuan Ya’qub, ar-Rifa’i berkata, “Ya’qub, engkau telah mengganggu makhluk Allah yang lemah ini”. “Gerangan, siapakah dia?”, tanya Ya’qub. “Nyamuk yang sedang mengambil bab rezekinya di tanganku, ia lari lantaran ulahmu”, ujar ar-Rifa’i.
Sayang Belalang
Suatu saat, ar-Rifa’i terlihat aneh. Beliau berkomunikasi sendirian. “ Wahai mubarakah, saya tidak mengetahuimu, saya telah membuatmu jauh dari tanah airmu”, ucap ar-Rifa’i. Setelah diamati, ternyata dia menyapa belalang yang tersangkut di bajunya. Beliau mencoba menjelaskan kepada belalang itu, bahwa dia tidak tahu keberadaannya. Andaikan saja dia tahu, maka semua ini tidak akan terjadi.
Anjing dan Kutu
Suatu ketika, ar-Rifa’i berjalan melewati sebuah rumah makan. Syahdan, dia melihat ada segerombolan Anjing memakan kurma yang berada di sebuah wadah. Beliau pribadi berdiri di pintu semoga tidak seorang pun yang masuk dan mengganggu Anjing-anjing. Lalu dia berkata, “Wahai yang diberkahi, makanlah dengan tenang, tidak usah rebutan. Jika tidak, maka kalian nanti tertangkap lembap dan tidak akan sanggup menikmati kurma itu lagi.”
Di lain waktu, ar-Rifa’i melihat seorang faqir membunuh Kutu. Beliau murka bukan kepalang. “ Jangan, (semoga Allah menyiksamu) sudahkah sembuh marahmu?” pekik ar-Rifa’i.
Dipanggil Sang Khaliq swt. (wafat)
Ketika Imam ar-Rifa’i menginjak umur 66 tahun, dia terjangkit penyakit sakit perut. Penyakit itu kian hari bertambah semakin parah. Meski penyakit yang diderita oleh dia cukup parah tapi dia tetap melakukan ibadahnya dan bertambah keimanannya tanpa merasa sakit dan mengeluh. Setelah satu bulan lebih dia diserang penyakit, penyakit dia bertambah semakin parah. Sehingga dia tidak sanggup berdiri dari daerah tidurnya.
Dan keesokan harinya, tetap ketika matahari menampakkan sinarnya ke bumi, dan embun senantiasa menghiasi dedaunan, yaitu pada hari Kamis, bulan Jumadil Ula, tahun 578 H, suasana menjadi terharu dan dibanjiri dengan tangisan belasungkawa. Semua berbondong-bondong pergi ke rumah Imam ar-Rifa’i, untuk menawarkan sambutan yang terakhir kepada beliau. Saat itu semua orang merasa kehilangan sesosok pemimpin umat dan pemimpin para wali itu.
Al-Imam al-Ghauts al-Qathbu az-Zahid al-Arif billah Sayyid Abul Abbas Ahmad bin Ali ar-Rifa’i al-Kabir. Lalu dia dimakamkan di Qubbah kakek dari ibu, Sayyid Yahya al-Bukhari, di negaranya (Bukhara). Setelah dia dimakamkan dan dishalati, semua orang dari penjuru dunia berta’ziah ke makam beliau, untuk mengharap berkah dari beliau.
Murid-murid Imam ar-Rifa’i
Imam ar-Rifa’i tergolong ulama yang kaya dengan disiplin ilmu. Semua ilmu dia sanggup dengan jerih payah sendiri. Selain populer dengan kealimannya, Imam ar-Rifa’i juga populer dengan kezuhudannya, wara’, rajin beribadah, dan selalu takwa kepada Allah. Dengan sifat-sifat itulah, banyak ulama dan masyarakat menunjuk dan menentukan seorang guru sebagai mursyid menuju ke jalan Allah swt. dan mengetahui syariat agama Islam, menentukan Imam Ahmad ar-Rifa’i.
Imam ar-Rifa’i di masanya termasuk dari salah satu ulama dan guru besar ketika itu, banyak dari murid-murid dia yang menjadi ulama dan menjadi wali semasa hidupnya dan sesudah wafatnya. Imam ar-Rifa’i mendapat beberapa julukan di antara julukan dia yaitu Syaikhul-Tharariq, Syaikhul-Kabir, dan Ustadzul-Jama’ah. Sewaktu dia masih hidup, banyak dari kalangan ulama, tokoh masyarakat, dan orang umum berguru kepada dia mulai dari maslah fiqih, tauhid, dan meminta ijazah Thariqah ar-Rifa’iyah, sehingga lantaran banyaknya murid Imam ar-Rifa’i yang ingin berguru kepada beliau, Imam ar-Rifa’i dijuluki dengan Syaikhul-Tharariq, Syaikhul Kabir, dan Ustadzul-Jama’ah.
Di antara para ulama itu yaitu Al-Arif Billah al-Ghauts Sayyid Abul Hasan asy-Syadzili (pendiri thariqah Syadziliyah), al-imam al-Hafidz Abdurrahman Jalaluddin as-Suyuti (salah satu ulama fiqih), Syaikh Najmuddin (salah satu guru Imam ad-Dasuqi), Syaikh Aqil al-Munbiji, dan Syaikh Ali al-Khawwas. Dan masih banyak ulama dan para waliyullah yang pernah menimba ilmu kepada Imam Ahmad ar-Rifa’i.
Karya-Karya Imam Ar-Rifa’i
Sebelum dia dipanggil ke pangkuan Sang Khaliq swt. Beliau banyak meninggalkan karya tulisnya mulai dari kitab, hizib, dan beberapa wirid. Karangan Imam ar-Rifa’i yang berupa kitab meliputi beberapa tema mulai dari fiqih, tafsir, tauhid, dan thariqah as-sufiyah. Di antara kitab fiqih yang dia karang yaitu kitab “Syarhu al-Kitab at-tanbih lisy-syiraziy”, kitab fiqih madzhab As-Syafi’i. Sedangkan kitab tafsir yaitu “Ma’aniy bismillahirrahmanirahim” dan “Tafsiru surati al-Qadr”. Sedangkan kitab tauhid yaitu “Al-burhanu al-muayyid”. Dan kitab yang menandakan perihal thariqah as-sufiyah ialah “Halatu ahli-haqiqah, at-thariqah ila-Allah “. Dan masih banyak karya dia yang lain.
Beliau juga mengarang perihal hizib-hizib, di antara karya hizib dia Hizb Hasan, Hizb Hirasah, Hizb Satru, Hizb Tuhfa as-saniyah.
Wallahu A’lam
Baca Juga : Biografi Imam Ahmad ar-Rifa’i (bag. 1)
Sumber : santreh.blogspot.co.id
Comments
Post a Comment