Hukum Shalat Jum’At Di Lapangan Berdasarkan Mazhab Syafi’I
Shalat Jumat ialah kewajiban individual bagi pria Muslim. Ia diwajibkan semenjak periode Makkah. Namun, alasannya ialah kuatnya resistensi orang musyrik Makkah, maka Nabi saw. tak sanggup menjalankan shalat Jum’at di sana. Nabi saw. gres menjalankan shalat Jum’at saat hingga ke Madinah. Beberapa rujukan menyebutkan bahwa masjid yang pertama kali ditempati shalat Jum’at ialah masjid yang berdiri di perkampungan Bani Sulaim. Yang lain berkata bahwa daerah pelaksanaan shalat Jum’at pertama Nabi saw. itu bukan masjid melainkan sebuah lembah. Belakangan, di lembah itu dibangun sebuah masjid yang dikenal Masjid Jum’at.
Pasca shalat Jum’at di perkampungan Bani Sulaim itu, Nabi saw. melaknakan shalat Jum’at di dalam masjid. Sejauh yang sanggup dipantau, tak terdengar dongeng lanjutan bahwa Nabi saw. pernah shalat Jum’at di luar masjid. Ini mungkin alasannya ialah masjid-masjid masih sanggup menampung pria Muslim yang hendak shalat Jum’at. Seiring waktu saat jumlah umat Islam terus bertambah, maka muncul pertanyaan wacana boleh tidaknya umat Islam melakukan shalat Jum’at di luar masjid.
Dalam menjawab pertanyaan itu, para ulama berbeda pendapat. Sebagian ulama lain mempersyaratkan semoga shalat Jum’at dilakukan dalam masjid. Artinya, shalat Jum’at yang dilaksanakan di luar masjid menyerupai di lapangan tidak sah. Pendapat ini contohnya dikemukakan Mazhab Maliki.
(وبجامع) ابن بشير : الجامع من شروط الأداء ابن رشد : لا يصح أن تقام الجمعة في غير مسجد (مبني) الباجي : من شروط المسجد البنيان المخصوص على صفة المساجد فإن انهدم سقفه صلوا ظهرا أربعا (محمد بن يوسف بن أبي القاسم العبدري أبو عبد الله، التاج والإكليل لمختصر خليل، ج، ۲، ص. ۱٥٩)
Namun, lebih banyak didominasi ulama menyatakan bahwa shalat Jum’at tidak disyaratkan dilaksanakan di dalam masjid. Artinya, shalat Jum’at sanggup diselenggarakan di gedung-gedung perkantoran, lapangan, dan lain-lain. Pendapat ini contohnya dikemukakan Imam Syafi’i dan Imam Abu Hanifah.
وذهب البعض إلى اشتراط المسجد قال لأنها لم تقم إلا فيه وقال أبو حنيفة والشافعي وسائر العلماء إنه غير شرط وهو قوي (محمد شمس الحق العظيم آبادي أبو الطيب، عون المعبود شرح سنن أبي داود، ج, ۳، ص. ۲٨۱(
Merujuk pada teks di atas terperinci bahwa Imam Syafi’i dan Imam Abu Hanifah tak mempersoalkan sekiranya shalat Jum’at dilakukan di luar masjid. Namun, Mazhab Syafi’i memberi penitikberatan semoga pelaksanaan shalat Jum’at dilaksanakan di area pemukiman. Dari sini sanggup dipahami bahwa melakukan shalat Jum’at di luar masjid ialah boleh, tetapi dengan ketentuan memenuhi standar “dar al-iqamah”.
Wallahu A’lam
Sumber : Situs PBNU
Comments
Post a Comment