Penghormatan Besar Mbah Kholil Pada Guru-Gurunya
Mbah Kholil atau Syaikhona Kholil Bangkalan, nama yang begitu masyhur bagi umat muslim Indonesia. Keberhasilannya mencetak ulama-ulama besar menciptakan dia layak dijuluki "Syaikhu Syuyukh" atau “Gurunya Para Guru” Nusantara, Guru dari para ulama Nusantara. Diantara murid-murid Mbah Kholil yang menjadi ulama besar Nusantara yaitu KH. Hasyim Asy’ari (Pendiri NU), KH. Ahmad Dahlan (Pendiri Muhammadiyah), KH. As’ad Syamsul Arifin (Situbondo), KH. Abdul Karim/Mbah Manab (Kediri), Wali Musyaffa (Kaliwungu-Kendal) dan masih banyak lagi.
Beliau dikenal sebagai seorang faqih, mursyid dan seorang wali yang mempunyai ribuan karomah. Namanya masih begitu harum hingga ketika ini. Ribuan peziarah dari segala penjuru selalu memadati "makam" Mbah Kholil tiap harinya. Namun, banyak yang tidak tahu akan satu kunci yang membuatnya mendapat kemuliaan tanpa batas itu. "Kunci" kemuliaan itu yaitu besarnya rasa hormat, budpekerti dan ta'dhimnya dia terhadap guru-gurunya.
Memberi Bisyaroh (hadiah) Untuk Guru-Gurunya
Semasa berguru di Mekkah, tiap harinya dia menulis beberapa naskah kitab “Alfiyah Ibnu Malik” lantas menjualnya, akhirnya sepeserpun dia tidak mengambilnya, semua uang hasil jerih payahnya itu, dia hadiahkan untuk guru-gurunya, dan demi itu, dia lebih menentukan kulit semangka sebagai makanan sehari-harinya. (bayangkan, bukan semangkanya, tapi kulitnya!!)
Salah satu guru beliau, Syaikh Muhammad Rahbini yaitu orang buta yang rajin bertahajjud di Mushollanya setiap malam. Mengetahui itu, setiap malamnya, Mbah Kholil rela tidur di pintu Musholla gurunya itu, dengan impian sang guru akan menginjaknya ketika memasuki Musholla, lantas dia akan terbangun dan menuntun gurunya menuju mihrab Musholla.
Kisah dia ini lantas mengingatkan pada sosok agung yang "kemuliaan" ilmunya terus mengalir di seluruh dunia hingga detik ini, yaitu Imam Abu Hanifah (Imam Besar Mazhab Hanafi). Ketika mengenang gurunya, Imam Hanafi pernah berkata :
"Ketika saya duduk di rumahku, saya tidak pernah menjulurkan kakiku ke arah rumah guruku, Hammad bin Salamah, sebagai bentuk rasa ta'dhimku kepadanya". (padahal jarak rumah Imam Hanafi dengan rumah gurunya itu 7 rumah..!)
Karena itu, Imam Syafi'i pernah bertutur : "Jadikan ilmumu menyerupai garam dan adabmu menyerupai tepung."
Sekali lagi, sebagaimana pesan yang tersirat ulama-ulama sepuh :
"Ilmu boleh setinggi langit, sebesar gunung dan seluas lautan, akan tetapi ingatlah, budpekerti dan budpekerti tetap harus didahulukan."
Wallahu A’lam
Sumber : Gus Ashif
Comments
Post a Comment